(Foto.Net)
Oleh: Eva Fitariani S. Pd
Indoswaranews (IDSn) — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat tengah melakukan kajian mengenai rencana pembentukan peraturan daerah (Perda) yang bertujuan untuk menanggulangi masalah sosial, terutama terkait lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), di Ranah Minang.
Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumbar, Nanda Satria, mengungkapkan bahwa, saat ini DPRD Sumbar sedang mempertimbangkan kemungkinan untuk membuat perda terkait LGBT. Demikian pernyataan beliau pada Sabtu lalu di Padang, Sumatera Barat. [Sumber](https://sumbar. antaranews. com/berita/651002/dprd-kaji-pembentukan-perda-untuk-berantas-lgbt-di-sumbar)
Rencana ini diharapkan dapat menjadi langkah solusi untuk mengatasi masalah masyarakat di daerah yang dikenal dengan filosofi “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”.
Fenomena LGBT seringkali dipandang sebagai hasil dari sistem sekuler yang berlaku saat ini, dimana hak asasi manusia yang lahir dari sekulerisme memberi kebebasan pada individu untuk menentukan orientasi seksualnya. Sayangnya, sistem yang ada saat ini justru melahirkan kemaksiatan yang terus berkembang.
Keinginan untuk memiliki peraturan daerah yang bisa memberantas LGBT tentu sangat baik. Namun perlu diingat, bahwa upaya ini mungkin tidak akan berjalan efektif. Banyak Perda syariah yang telah diterapkan di berbagai daerah tapi sering kali menjadi bahan perdebatan oleh pihak-pihak tertentu. Bahkan ada yang dibatalkan oleh pemerintah pusat karena bertentangan dengan kebijakan nasional.
Dalam kerangka demokrasi sekuler, bukan syariat Islam yang dijadikan acuan, melainkan hak asasi manusia yang bisa mengesampingkan penerapan syariat Islam secara menyeluruh. Asas yang tidak valid tidak dapat memberikan solusi yang komprehensif terhadap permasalahan umat manusia, terlebih jika bersumber dari akal manusia yang terbatas.
LGBT hanya dapat diatasi secara menyeluruh melalui penerapan syariat Islam yang kaffah. Islam memiliki aturan yang jelas terkait pergaulan dan interaksi sosial antara pria dan wanita, serta panduan mengenai orientasi seksual.
Dalam sistem ini, negara berperan sebagai pelindung dan pengatur umat agar tetap berada dalam ketahanan terhadap Allah, termasuk dalam aspek sosial. Negara juga diharapkan untuk mengantisipasi setiap celah yang memungkinkan terjadinya pelanggaran hukum syara’.
Selain itu, Islam melibatkan mekanisme sanksi yang tegas untuk pelanggaran hukum syara’ termasuk penyimpangan orientasi seksual. Tiga pilar yang menopang tegaknya aturan Allah menjadi landasan dalam mengatasi fenomena LGBT dan meminimalisir kemungkinan terjadinya hal tersebut dalam masyarakat. (*)
(Mahasiswi Pascasarjana Pendidikan Masyarakat IKIP Siliwangi)